Sunday, June 6, 2021

Cost of being a Dad

Tulisan ini bisa dibaca & pertama kali di publish di akun instagram: @ouralltomorrow


Sudah 1 tahun lebih menikah dan saya masih sangat santai menanggapi pertanyaan kapan punya anak. Seperti saat dulu ditanyai kapan akan menikah, kalau saya memang sedang tidak menginginkannya ya anggap saja pertanyaan itu hanya basa-basi.

Beberapa hari lalu, saya mendengar ceramah seorang ustadz yang berisi bahwa anak adalah rezeki dari Allah SWT kepada pasangan suami istri.

Terbesit sedikit rasa sedih.

" Apakah ada yang salah dengan saya? Dari yang saya dengar, orang yang menikah biasanya rezekinya akan diluaskan. Oke, bagi saya yang belum bisa melepaskan bentuk rezeki itu dalam bentuk taraf ekonomi yang baik, rasanya saya belum merasakan keluasan tersebut. Dan sekarang, saya bahkan tidak diberikan rezeki keturunan! Ah, masih begitu panjangnya kah penebusan dosa yang harus saya jalani?"

Sempat terpikir seperti itu.

Teringat saya sebuah adegan di film "Cinderella Man". Ketika seorang petinju pensiun yang tidak bisa membayar tagihan listrik dirumahnya, padahal saat itu sedang musim dingin dan anak-anaknya butuh pemanas. Ditambah Dunia sedang dalam masa "Great depression" sehingga sulit mendapatkan pekerjaan. Pria itu akhirnya datang ke perkumpulan petinju tempat dulu dia bekerja. Saat semua orang ada di sana, petinju itu meminta maaf dan mengatakan bahwa dia tidak akan melakukan ini jika bukan karena anak-anaknya. Dia mengemis beberapa dollar dari orang disana.

Rasanya miris sekali melihat pria yang hidup dari ego & kesombongan harus menurunkan harga dirinya serendah itu. Menerima tatapan iba dari orang,bahkan harus menengadahkan tangan memelas kasihan.

Atau cerita Aldi Taher yang tiba tiba-tiba jadi musuh orang se-Indonesia karena tingkah lakunya yang pansos. Dari suatu wawancara, terucaplah semua itu dia lakukan untuk popok anaknya.

Mungkin dan semoga saya tidak akan sampai dititik serendah itu, tapi seorang ayah memang harus melakukan segalanya untuk anak bukan?

Saya belum bisa menjadi suami yang baik. Bagaimana bisa saya berpikir menjadi seorang ayah?

Ya ini memang pandangan dari seorang yang selalu overthinking.


No comments:

Post a Comment