Sunday, November 27, 2016

Addiction: Televisi

Long time ago, rasanya saya pernah kecanduan yang namanya televisi (TV). Kalau diingat-ingat mungkin saat SMA, dimana orang tua tidak lagi membatasi jam nonton TV saya. Setelah menyelesaikan PR, saya akan menonton TV sampai larut malam. Begitupun saat weekend, saya akan menonton TV seharian, bahkan sampai ibu saya mengingatkan untuk mematikan TV-nya dulu karena sudah panas disetel dari pagi hingga sore.

Saat itu rasanya TV memberikan bentuk hiburan yang tak terbatas, meski jumlah channelnya belum sebanyak sekarang, saya betah-betah saja menontonnya seharian. Acara Kuis, FTV, Acara Musik, variety show, kartun, adalah jenis-jenis acara yang saya sukai. Untuk sinetron, saya sudah membencinya sejak kecil.

How about now?
Hmmm... mungkin bs dihitung beberapa kali saya menonton TV, kontennya sudah terasa membosankan (dan memuakkan?). Bahkan untuk berita-berita terkini, saya lebih sering mendapat informasinya dari obrolan orang lain atau media online. Yah mungkin secara tidak langsung, kecanduan saya terhadap TV teralihkan oleh media-media informasi lain yang lebih memberikan pilihan konten yang beragam.

Sunday, November 20, 2016

Film tentang Hikikomori: Silent Poor Episode 2


Kali ini bukan film sih, tapi dorama (serial / sinetron Jepang).

Serial jepang ini menceritakan tentang seorang wanita pekerja sosial yang bertugas untuk membantu masyarakat yang berada dalam keadaan miskin secara ekonomi ataupun terisolasi secara sosial.

Karakter Hikki disini adalah seorang pemuda berumur 25 tahun yang menjadi Hikki setelah ayahnya dipecat dari pekerjaannya dan memiliki kecanduan terhadap minuman beralkohol. Keadaan ini dipersulit dengan si Ibu yang mengalami sakit jantung dan si kakak perempuannya yang juga harus menjalani perawatan di rumah sakit..


Walaupun bagi saya terkesan terlalu easy, tapi akhirnya diceritakan bahwa si Hikki berhasil go out berkat bantuan si wanita social worker ini. Point yang saya suka dari kisah ini adalah diceritakan bahwa si Hikki menyadari bahwa apa yang dilakukannya sekarang merupakan suatu kesalahan dan menyadari bahwa dirinya harus berubah untuk menjadikan keadaan keluarganya menjadi lebih baik. Dan si social worker berhasil "mengetuk pintu" si hikki dan mengajaknya keluar dari sangkarnya untuk mencari pekerjaan demi kehidupan barunya.

Meski tidak menceritakan secara detail tentang kehidupan Hikikomori, tapi lumayanah buat di tonton. Ini link streaming-nya buat yang mau nonton:

Short-Tempered

"Elu kenapa sih bro? Tumben galak amat."

Haaaah... (menarik napas panjang)
Sekian kalinya seseorang mengeluhkan sikap saya yang tiba-tiba mereka rasa menjadi ketus. Ya wajar, saya yang mungkin selama ini mereka kenal sebagai seorang pria kalem dan pendiam tiba-tiba jadi suka protes, adu argumen, sinis, bahkan marah.

Actually, saya sebenarnya tidak suka melabeli diri sendiri. Tapi kalau mereka bilang saya pendiam, ya mungkin ada benarnya. I'm growing up as introvert, shy and calm person. Saya cenderung menghindari konflik dan "drama". I'm fine with that. But lately, rasanya semua orang bersekongkol untuk melanggar batas toleransi yang sebenarnya rasanya sudah saya set sangat tinggi batasnya. Dan ketika itu terjadi, I'm not even think twice to give that person some lesson. Don't mess with me.


Sebenarnya saya sendiri tidak suka sisi saya yang ini, karena pasti ucapan saya saat marah akan banyak menyakiti perasaan orang lain (ya walaupun rasanya mereka pantas saja mendapatkannya, lagian, siapa suruh mulai duluan?) dan juga jadi sosok yang galak itu sangat amat menguras energi saya. Tapi saya juga tidak bisa membiarkan orang lain untuk melanggar aturan main saya.


Ya mungkin saya lagi butuh piknik.. (atau mungkin perlu mengevaluasi hubungan saya dengan-Nya, mungkin ada yang alpa sehingga akhir-akhir ini hati jadi tidak tenang)



Thursday, November 10, 2016

Perjalanan



Dari dulu saya memang ingin selalu berjalan dengan cepat. "Biar lebih cepat sampai", pikir saya. Tidak perlu banyak pertimbangan, diskusi atau pun mengkhawatirkan diri sendiri maupun orang lain. Terjang. Hantam. Bebas mengikuti imaji diri.

Tapi terkadang kaki saya lelah. Sering juga saya terjatuh, bahkan sampai hilang arah.

Sekarang saya ingin menempuh perjalanan yang lebih jauh, sangat jauh, dan rasanya saya tidak bisa sendiri. Meski suatu tujuan itu sangat penting, tapi saya mulai mengerti dengan mereka yang mengatakan. "Life's a journey, not a destination".

Dengan izin-Nya, saya butuh kamu untuk berjalan bersama.