Hikikomori menjadi sebuah fenomena baru dan mulai dikenal luas dimulai dari negara Jepang bukan tanpa alasan. Di negara yang sudah tergolong maju ini, memang banyak sekali ditemukan fenomena-fenomena sosial baru yang ditimbulkan dari majemuknya keberagaman kultur dan budaya masyarakatnya.
Menurut saya, berikut ini beberapa faktor yang membuat fenomena hikikomori muncul luas di negara Jepang
- Kultur bangsa Jepang yang individualistis, "dingin", memiliki rasa malu yang tinggi dan cenderung tertutup. Hubungan antar masyarakatnya yang seolah saling tidak peduli membuat pelaku hikikomori sulit terjamah.
- Industri Kultur populer seperti Anime, Manga (komik), video game dan AV (Adult Video) sangat besar di Negara ini. Sehingga pilihan hiburan sudah tersedia banyak tanpa perlu kita keluar rumah.
- Tingginya tuntutan terhadap tiap individu dalam hal akademis/pekerjaan, terutama untuk kaum pria. Mereka yang merasa tidak mampu memenuhi tuntutan ini cenderung mencari pelarian. Hikikomori salah satunya.
- Tersedianya akses Internet yang mumpuni dan merata. Jelas sekali negara Jepang sangat unggul dibidang ini.
- Segala sesuatu di Negara ini bisa kita dapatkan melalui telpon atau membelinya online, sehingga tidak perlu pergi ke suatu tempat jika ingin membeli sesuatu.
- Tersedianya pilihan pekerjaan yang memungkinkan untuk dilakukan dari rumah saja.
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Apakah kondisinya memungkinkan untuk melakukan hikikomori?
Tidak ada yang tidak mungkin. Terbukti dengan sudah mulai munculnya beberapa "testimoni" para pelaku hikikomori di Indonesia. Hanya saja jika dibandingkan dengan pelaku hikikomori dijepang dimana sang hikki tidak akan meninggalkan kamarnya dalam jangka waktu yang sangat lama, dimulai dari tahunan hingga puluhan tahun, pelaku hikki di Indonesia biasanya hanya melakukan hikikomori dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Dari beberapa pengakuan yang saya baca, biasanya hikki di Indonesia akan mengurung diri dan tidak berinteraksi dengan dunia luar saat musim liburan sekolah atau kuliah yang berdurasi beberapa bulan. Ada juga yang tetap melakukan aktifitas bekerja, kuliah atau sekolah lalu mengurung diri dikamar setelah aktifitas tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan kultur budaya kita yang berbeda dengan di Jepang sana. Disini interaksi sosial masih sangat penting dan dibutuhkan untuk bertahan hidup. Setidaknya peran keluarga masih sangat kuat bagi anak-anaknya yang masih tinggal serumah.
Dan meskipun situs untuk jual beli online sudah mulai menjamur, dan layanan delivery untuk memesan makanan juga sudah banyak tersedia, sepertinya hal ini masih dirasa sulit terjangkau untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kita jika hanya bermodalkan transaksi di dunia maya saja.
Saya sendiri pun tergolong pelaku Hikikomori temporer. Saat masih sekolah atau kuliah dulu saya benar-benar akan menghabiskan waktu didalam rumah saja dan tetap kembali ke aktifitas belajar di sekolah/kampus ketika masa liburan habis. Dan setelah memasuki dunia kerja seperti ini dimana liburan merupakan suatu hal yang langka, saya biasanya menghabiskan waktu setelah pulang dari kantor ataupun akhir pekan dirumah. (Walaupun saya berharap suatu saat saya bisa melakukan pekerjaan dan penghasilan dari bekerja dirumah saja)
Bagaimanapun, Hikikomori haruslah segera kita atasi. Karena manusia disebut sebagai makhluk sosial bukan karena tanpa alasan. Kita akan selalu membutuhkan orang lain kan?
Wah, kebetulan ini mirip sekali sama saya. Dan baru tahu kalau hal ini ada istilahnya juga. hehe. Hikikomori, sejak SD saya sudah terkena sindrom semacam ini. Tapi sejauh ini saya masih merasa nyaman dan dapat menjadi diri sendiri. Terutama saat beraktivitas sosial, saya jadi sangat antimaintsream dan terlihat nyeleneh. Dan saya sangat menikmati hal itu, seperti punya zona sendiri yang sangat eksklusif. Teman dan sahabat tentu punya tapi memang masih banyak yang sulit menerima kehadiran orang berkarakter hikikomori di Indonesia. Nice share.
ReplyDeleteMemang masih sulit ya untuk disini. Istilah hikikomori juga banyak yang belum tahu. Paling sering dibilangnya kuper atau anti-sosial. Saya juga kadang masih suka kesulitan menyesuaikan diri. Tapi Alhamdulilah sekarang sudah tidak terlalu jadi Hikikomori. Walau saya dilingkungan juga masih seolah anti bersosialiasi
DeleteMakasih ya sudah berbagi cerita.:)