Tiada lagi macet yang harus dicumbui tiap pagi..
Tiada lagi wajah sinis rekan kantor yang memandang saya karena datang terlambat..
Tiada lagi susu kambing hangat yang disiapkan ibu untuk saya tiap pagi..
Tiada lagi suara dari ayah, ibu dan kedua adik saya yang biasa saya dengar sepulang bekerja..
Tiada lagi suasana pengap beserta kasur kapuk super empuk yang menemani tiap tidur..
Tiada lagi acara berkumpul dengan kawan-kawan terbaik tiap akhir pekan...
Semua terasa berubah... Saya terasing disebuah tempat yang sebenarnya sudah tidak terlalu asing bagi saya. Sebuah kota besar tapi terasa begitu sepi di bagian barat Indonesia.
Sebenarnya saya benci berada disini untuk kesekian kalinya. Suasananya yang terasa sangat sepi selalu berhasil membuat saya menjadi uring-uringan. Oke, saya memang suka menyendiri. Saya suka suasana sepi. Tapi saya suka melakukan itu semua ditempat yang ramai. Bukan tempat yang benar-benar sepi seperti ini.
Dan keadaan yang seperti ini selalu berhasil meluluh-lantakan pertahanan hati yang sekuat tenaga saya bangun selama ini. Disaat tidak ada seorang pun disampingmu, kamu pun akan terpaksa jujur kepada dirimu sendiri terhadap semua pembohongan diri. Kamu pun akan tahu tentang siapa yang benar-benar kalian rindu. Siapa yang paling ingin kamu dengar suaranya. Siapa yang pertama kali terlintas dikepalamu saat melihat hujan turun.
Ayah. Ibu. Kedua Adik-adiku. Kawan-kawan terbaikku.. Lalu yang tidak terduga.. Kamu
Dinding-dinding kuat yang kubangun dengan susah payah seolah hilang, seperti debu yang disapu sang bayu. Pencitraan. Jaga Image. Gengsi. Semua hal itu menjadi kata-kata tanpa arti. Akupun tidak memiliki cukup obat bius untuk membohongi hatiku, bahwa aku rindu kamu.
Aku pun kembali naif. Reaksi-reaksi kimia akibat perasaan itu hampir saja membuat tubuhku meledak karena tidak kuat menampungnya. Jantungku berdetak lebih kencang dibandingan tes lari atletik mengelilingi 6 kali putaran lapangan olahraga.
Terkadang, memang mencintai seseorang bisa membuatmu kehilangan dirimu sendiri.
Aku jadi suka tersenyum-senyum sendiri memandangi setiap baris pesan darimu. Lalu tanganku pun tak mau kalah dengan jantungku, bergetar dan berdetak hebat saat menelponmu hingga sering kali aku kehilangan kata untuk diucapkan. Kamu membuat aku kembali menjadi diriku yang dahulu. Ah tidak... sepertinya memang selama ini pun aku tetap selalu begini, tetap mencintaimu.
Aku berhenti sejenak.. Mencerna setiap bisik dari hati yang selama ini aku abaikan atau bahkan aku bungkam suaranya. Dan aku kembali jatuh cinta...
Akhirnya aku juga harus berterima kasih kepada kota ini. Karena disini, sering kali hal-hal yang tidak terduga mulai tertulis kisahnya.
-Dumai, 17 Juni 2014-
Aku jadi suka tersenyum-senyum sendiri memandangi setiap baris pesan darimu. Lalu tanganku pun tak mau kalah dengan jantungku, bergetar dan berdetak hebat saat menelponmu hingga sering kali aku kehilangan kata untuk diucapkan. Kamu membuat aku kembali menjadi diriku yang dahulu. Ah tidak... sepertinya memang selama ini pun aku tetap selalu begini, tetap mencintaimu.
Aku berhenti sejenak.. Mencerna setiap bisik dari hati yang selama ini aku abaikan atau bahkan aku bungkam suaranya. Dan aku kembali jatuh cinta...
Akhirnya aku juga harus berterima kasih kepada kota ini. Karena disini, sering kali hal-hal yang tidak terduga mulai tertulis kisahnya.
-Dumai, 17 Juni 2014-